Paspor Republik Indonesia. |
Saya memilih Malang sebagai tempat pembuatan paspor karena saya kuliah disana. Di hari pemohonan, saya dengan PD-nya membawa semua berkas
yang telah saya siapkan (berdasarkan riset di
internet) ke kantor Imigrasi Malang. Menurut informasi, saya harus antri dari
subuh, karena pemohon paspor disana sangat banyak. Sayangnya, saya telat
banget! Pukul 6 pagi saya masuk ke parkiran kantor Imigrasi dan hanya
melihat sekitar 5 orang disana. Loh? Saya bertanya-tanya dalam hati dong,
katanya antrian mulai subuh, kok ini jam 6 masih belum ada orang yang antre
gini?
Saya coba ngobrol dengan salah seorang Bapak, beliau berusaha
menjelaskan kalau sekarang antrian hanya dapat dilakukan via online dan
disarankan untuk download aplikasi “Antrian Paspor”. Saya langsung download aplikasi tersebut dan mencoba apply
di Kantor Imigrasi Malang.
JRENGGGG!!!!!! “maaf, kuota telah penuh, silakan mendaftar di
kantor Imigrasi lain”. LOH HE, OPO-OPOAN IKI?! Saya coba apply di kantor Imigrasi Juanda yang dekat dengan rumah saya, tapi
hasilnya tetap sama, penuh! Saya coba apply di kantor Imigrasi lain yang masih berada di
lingkungan Surabaya, tapi jadwal antrian baru bisa dapatkan di bulan Desember,
sedangkan saya sangat butuh paspor itu terbit bulan ini.
Saya mulai deg-degan. Menurut
informasi yang saya dapatkan dari Bapak Satpam, Kediri dan Blitar masih menggunakan
sistem antrian walk-in.
Saya coba hubungi teman yang berasal dari Kediri buat cari
informasi pembuatan paspor di kantor Imigrasinya. Niatnya sih saya pengen buat
paspor dengan tangan saya sendiri, tapi kok ternyata teman saya salah paham dan
akhirnya dikenalkan “orang dalam” yang bernama Pak Yusuf dari Ayahnya.
Saya menghubungi beliau dan menjelaskan maksud saya. Singkat cerita, Pak Yusuf ngajak ketemu di kantor Travel Umroh-nya yang ada di
Blitar. Hari Sabtu, saya minta tolong @zhnvynty buat menemani saya ketemu Pak
Yusuf. Berbekal google maps, kami berangkat dengan penuh harapan. Sayangnya,
harapan saya pupus saat Pak Yusuf malah bikin ribet! Saya malah disuruh urus banyak
surat. Mulai Surat rekomendasi dari kampus, surat rekomendasi dari diknas
sampai surat dari departemen agama. Lah! Idealnya, kalau saya pilih shortcut,
harusnya saya dipermudah dong. Eh ini malah dipersulit. Ya mana keuntungannya
buat saya? Ah! Dari hasil yang nihil itu, kami memutuskan untuk main-main dulu
ke Kampung Coklat Blitar.
Sepulang dari Blitar, saya coba memutar otak dengan berniat
mengurus secara mandiri di Kediri dengan menggunakan surat domisili sementara.
In this part, I really want to say thanks very much to my
dear @lailifaizza a.k.a teman KKN yang biasa saya panggil Bu Dokter sekeluarga
yang benar-benar berusaha membantu lancarnya pembuatan paspor ini.
Ceritanya, Ayahnya Laili yang bantu buatkan surat domisili
sementara dengan mengalamatkan saya di rumahnya. Setelah suratnya jadi, Saya dan @yanasvtr, berangkat di sore syahdu yang lumayan gerimis ke Kediri. Niatnya Cuma
cari rumah Laili buat ambil surat domisili aja terus pergi ke Alun-alun dan “nggembel”
disana. Untungnya, niat absurd kami digagalkan Ibunya Laili yang langsung
ngajakin nginep rumah sambil maksa-maksa. Wah! Jadi enak! Kebaikannya belum berakhir loh, karna nggak tega lihat kami kelaparan, Ibunya Laili beli Nasi Goreng yang enak dan
banyak banget porsinya. Gorengan yang disuguhin juga enak banget! My stomach was the happiest in that day!
Back to topic! Besoknya, saya dan Yana bangun pukul 3.30 pagi. Kami mandi, dandan dan siap-siap berangkat ke kantor Imigrasi. Pas pamit ke Ibunya
Laili, kami malah nggak boleh berangkat karena masih kepagian. Saya
coba jelasin kalau di Malang antriannya sudah mulai dari subuh, kalau kesiangan
takutnya nggak dapat kuota. Penjelasan saya ditolak, kami malah disuruh nunggu
sampai jam 6 dan wajib sarapan! OMG, bukannya nggak suka diajakin sarapan,
tapi kan saya takut telat.
Sampai disana, antrian sudah lumayan panjang. Berkas saya
diperiksa Pak Satpam sebagai pemeriksaan awal sebelum dibawa ke
petugas. Setelah itu, saya duduk di kursi antrian. Setelah lumayan ada di garis depan,
ada seorang Ibu bisik-bisik ke saya sambil melas, “Mbak, suami saya mau
kerja habis ini, rumah saya Jombang, boleh nggak saya duluan?”. Dengan tulusnya
saya bilang “monggo Bu, ndak apa-apa.” Sambil senyum lebar saya menukar antrian
saya dari nomor 29 ke 39.
Setelah cukup dekat dengan meja petugas seleksi, kira-kira
10 orang di depan saya, badai pun datang. Salah seorang petugas berdiri dan
berteriak “Yang KTP-nya diluar Kediri tolong pulang dan besok kembali lagi ya,
kuotanya habis, sehari cuma 10 orang”.
Serius begitu? Saya masih sibuk
bertanya-tanya dalam hati, ini saya beneran harus balik lagi nih buat antri? Rasanya udah pengen nyerah dan milih nggak bikin paspor saja! Saya dan Yana akhirnya pulang dengan muka ditekuk. Saya sih yang sedih
berkelanjutan, Yana ya biasa saja!
Sebenarnya saya pengen tinggal sehari lagi di Kediri dan
kembali besok paginya ke kantor Imigrasi, sayangnya saya harus presentasi UTS besok. Jadilah
saya berusaha menuntaskan kewajiban satu per satu dan mengumpulkan nyali di rabu malam untuk berangkat ke Kediri sendirian.
Bukaaaaaan! Bukan karena saya anti sosial, tapi hari itu
saya benar-benar kehabisan teman, semuanya sibuk di hari Kamis. Jadilah saya
nekat untuk berangkat sendiri. Hari itu, saya cuma berfikir bahwa, I was born to be brave! Saya harus
berjuang nih buat apa yang memang harus saya perjuangkan. Saya berusaha yakin kalau saya nggak akan pernah sendirian.
The journey began.
Saya berangkat pukul 8 malam. Melewati jalanan Kediri-Malang
yang ngerinya melebihi film "Pengabdi Setan". Saya hafal banget jalanan itu
berliku-liku, sepi, seram, banyak pepohonan di kiri dan kanannya tanpa
lampu jalan. Saya lumayan bingung sih, mau ngebut nggak kelihatan tikungan, mau pelan-pelan aja juga ngeri. Kalau ada begal atau pocong gimana?
Rasanya ketemu motor yang papasan itu sudah jadi nikmat
tersendiri! Kayaknya baru kali ini, di sepanjang jalan saya nangis dan istighfar terus.
Kayanya ini juga saat-saat tersolehah dalam hidup saya. Alhamdulillah ya!
Sampai di kediri pukul 10 malam, saya berhenti di salah satu Alfamart. Niatnya, saya mau nunggu subuh disana aja. Tapi, sekitar pukul 12 malam saya jadi sungkan karena mas-mas Alfamart mulai keluar masuk ngelihatin
saya terus. Akhirnya saya putuskan untuk pergi dan mencari masjid dengan pesimis. Masalahnya, saya pernah baca artikel tentang keluhan seseorang
gara-gara masjid nggak dibuka 24 jam. Saya pun menemui hal yang sama,
nggak ada satupun masjid yang masih buka pukul 12.30 malam. Saya
mulai gelisah, mata perih dan masih bingung mau tidur dimana. Saya coba cari
pom bensin di maps, sialnya jarang ada pom bensin yang buka 24 jam kediri.
Sekalinya saya nemu dan minta ijin, si mbak menolak dengan halus “Maaf ya mbak,
musholahnya dipakai tidur sama karyawan.”
Saya muter-muter dijalan sambil mikir kemana lagi
harus pergi. Saya kembali ke Simpang Lima Gumul, berniat tidur disana dan berhenti di salah satu sisinya. Saya mengeluarkan
kain songket yang biasa saya pakai untuk selimut dan mencoba merem di dekat
sepeda motor yang saya parkir.
Nggak lama setelah itu, geng-nya "Boy dan Reva" datang a.k.a mas-mas bermotor brong yang parkir di dekat saya dan asyik foto-foto
dengan background Simpang Lima. OMG! It’s almost 2 am and all of you guys still
go around and take picture in your own hometown! Kenapa nggak besok aja sih? Duh
pengen nangis!
Saya pergi lagi dari Simpang Lima karena nggak enak menghalangi
mas-mas berfoto ria. Selama di jalan, saya terus lihat kiri dan kanan.
Mencari-cari peluang tempat tidur di sisa waktu 2 jam ini. Eh, mata saya
tiba-tiba tertuju di deretan bilik-bilik ATM yang ada di kanan jalan dari arah Simpang Lima. Saya coba
cek suasananya dan sepertinya cocok! Alhamdulillah. Di ujung bilik ATM,
ada sebuah meja dan kursi lengkap dengan satu stopkontak yang cukup untuk mengisi batrai HP saya.
Saya coba luruskan kaki dan tidur bersandar pada kursi.
Masya Allah, saya berkata dalam hati "nikmat mana yang kau dustakan?" Malam itu saya belajar tentang bersyukur. Sekalipun tidur di pinggir jalan dan beberapa kali terbangun karena nggak tenang, tetaplah malam itu punya makna dan jadi nikmat tersendiri buat saya!
Perjalanan kali ini benar-benar buat saya belajar, hal
sekecil apapun sangat patut disyukuri. Apapun!
Subuhnya, saya bangun dan berangkat ke Masjid Alun-alun
Kediri. Saya sholat subuh, mandi, dandan dan ganti baju lalu pergi Kantor Imigrasi.Pukul 5.30 pagi saya sampai di depan gerbang kantor Imigrasi yang pagarnya
masih terkunci dengan belasan orang yang sudah berdiri didepannya. Saya kenalan
dengan mereka yang ternyata kebanyakan adalah orang-orang yang sudah sempat kehabisan
kuota di hari-hari sebelumnya.
Pukul 7.30 kami mulai duduk berurutan di kursi antrian,
berkas saya diterima dan diberi nomor antrian untuk foto dan wawancara. Pertanyaannya simple saja seperti, mau pergi kemana, dengan siapa, kapan perginya dan segala hal yang menyangkut keberangkatan. Berusahalah untuk selalu tenang dan berkata jujur dalam menjawab.
Suasana kantor Imigrasi Kediri. |
Setelah beberapa pertanyaan berhasil saya jawab dan tidak ada tanda-tanda penolakan, saya langsung sumringah! Sayangnya, drama belum berakhir. Di akhir wawancara, petugas bilang kalau Billing code yang
digunakan untuk bayar biaya pembuatan paspor di bank macet dan nggak bisa keluar.
“Mbak, nanti saya sms ya kode bill-nya, ini mesinnya macet.”
Sehari kemudian saya di sms dan langsung saya bayarkan di bank.
Biaya pembuatan paspor biasa 48 halaman adalah Rp. 355.000. Paspor bisa diambil 3
hari kerja setelah bayar. Untuk pengambilannya, kita cukup membawa bukti pembayaran
dan kertas billing code yang diberikan saat wawancara.
Dokumen permohonan paspor :
1. KK
2. KTP
3. Akta Kelahiran/ Ijazah
Semua berkas dibawa asli dan fotokopi masing-masing satu di
lembar A4.
Bawalah segala jenis keperluan yang memungkinkan untuk
diminta oleh petugas Imigrasi, karena biasanya mereka meminta beberapa dokumen
tambahan diluar dokumen yang telah disepakati, seperti :
1. KTM (jika anda mahasiswa)
2. LoA atau surat undangan kegiatan internasional
3. Surat rekomendasi dari kampus/ kantor/travel atau instansi lain
Last but not least, saya sarankan pada teman-teman untuk segera mengurus paspor sebelum antriannya semakin panjang dan terbengkalai saat membutuhkan. Coba mengurus sendiri akan jadi pengalaman yang lebih menyenangkan daripada menggunakan jasa. Saat paspor ditangan, kita akan lebih puas melihat hasil dari kerja keras kita. Nggak ada salahnya kok untuk punya paspor walaupun belum ada rencana perjalanan. Siapa tahu malah termotivasi buat jalan-jalan setelah ada paspor. So, are you ready to travel the world?
Caa, kemana arul di saat km sangat butuh org buat menemani wkwk. Waah kalo km ajak aku, aku pasti mau apalagi jalan jalan nekad ��
BalasHapusKalo ini nanya di ig sih aku mention langsung orangnya 😂 nanti kita jalan bareng ya kak! Ku agendakan wkwk
HapusYaampun Ocha nekat tenan sumpah. Kok brani banget ke Kediri malem2 dan nggembel di sana. Gils gils
BalasHapusWah kyknya bakal ada rencana liburan ke luar ini
Wkwkwk, Bang Feryyyyy katanya nggak perlu takut karena Allah bersama dengan kita :p doakan lancar yaaaa :D
HapusYeay,, akhirnya paspornya jadi meskipun ada dramanya. Jadi inget drama aku sendiri pas bikin e-paspor di Jakarta, padal domisiliku di Semarang. Mbaknya hampir nggak mau ngurusin pembuatan e-paspor ku gara-gara domisili. Duh,, untung dramanya happy ending.
BalasHapusEmang sih, kalo mau jalan agak jauh emang perjuangannya keras banget. Nggak ada luar negri tanpa drama duluan di dlm negri wkwk. Selamat, kamu berhasil menaklukkan petugas imigrasi. Hehehehe
HapusYa ampun caa, sama banget perjuangan nya, aku bolak balik kantor imigrasi, disuruh urus surat rekomendasi dari kampus (pdhl udah bukan mahasiswa), akta kelahiran ada tipe x nya dikit gak diterima (pdhl yg tipe x petugas akta waktu aku baru lahir). Eh berkas udah lengkap ketemu orang itu lagi, disuruh lepas softlens (bening pdhl) dan aku gak bawa air softlens, terpaksa aku lepas terus cuci pake air gelas terus pake lagi, perjalanan pulang mataku perih, sampe rumah langsung kubuang softlens nya. Ampun deh perjuangan banget, btw waktu km bikin masih belum ada kah antrian passport online?
BalasHapusYaampun emg ya mbak, kalo mau jalan2 itu kudu struggle dulu :(( btw udah ada antrian online, tapi di malang sm surabaya full sampe tahun depan (waktu itu 2017, antrinya sampe ke 2018). Ada yg di darmo surabaya baru bisa proses 2 bulan kemudian. Sdgkn aku butuh cepet, makanya ke tempat yg belum ada antri online. Gituuu
HapusWkwkwkw, aku baca loh och, Entah kenapa jadi ikutan sedih terharu gitu :'). Mau bikin paspor juga aku tapi gamau kemana2 bisa gak sih???
BalasHapusBisaaaa! Eh maap basi banget balesnya wkkw. Bisa kok, kamu bilang aja mau liburan ke Malaysia atau Singapur pas ditanya petugas imigrasi. Insya allah tetep di acc
Hapus