KUKEJAR CINTA SAMPAI KE GOA CINA

Berjalan selagi mampu, traveling sebelum kaku.

Courtesy : Jalanjalan.com

Ahey! Cerita tentang pantai mungkin tidak pernah ada habisnya. Setelah menjajal asinnya snorkeling di Bolu-Bolu, kali ini saya yang (mampunya) masih Staycation mencoba untuk healing ke Pantai Goa Cina. Jalan yang berliku selalu ditemui saat berkunjung ke pantai. Ya gimana nggak, lha wong pantai itu tempatnya mesti nyempil di balik gunung! Nggak apa-apa, saya suka kok jalan berliku tajam bak lirikan mata mertua. Halah, kayak punya aja!

Stop! Kalau kamu berharap ini adalah cerita cinta dua sejoli, berhentilah disini. Karena perjalanan ini bukan kisah cinta yang pelik. Lanjut? Yukkkkk!


Tidak mabuk baik di darat, udara dan laut adalah anugerah. Jadilah saya bisa menikmati setiap centimeter dari perjalanan yang saya tapaki (padahal selalu tidur pas otw).

Seperti biasa, lagi-lagi Short holiday. Disyukuri saja, kan yang lain belum tentu bisa liburan. Waktu itu, saya menemani tiga orang teman yang baru datang dari luar kota. Dasar dari daerah tanpa wisata alam, teman saya minta ditemani ke pantai. Dia selalu bilang “Rahma ayo ke pantai, di Palembang cuma ada jembatan Ampera sama sungai Musi. Masa iya aku berenang di sungai Musi” dengan nada setengah mewek dan tertawa dia menjelaskan keadaan tempat tinggalnya. Saya ya cuma nggegek sambil mengiyakan untuk berangkat.

Perjalanan kami tempuh dengan waktu kurang lebih 3 jam naik mobil pribadi dari Kota Malang menuju Pantai yang terletak di Kabupaten Malang Selatan. Keuntungan naik mobil adalah, bisa bobok dengan nyenyak. Haha!

Sampai di daerah Malang Selatan, saya langsung disuguhi banyak papan petunjuk macam-macam pantai lengkap dengan jarak yang akan ditempuh dalam kilometer. Setir pun diputar ke kanan untuk pergi ke Pantai Goa Cina. Jalannya bergeronjal karena masih berbentuk batu-batuan tanpa plester! Saya langsung bangun karena mencium bau laut dan mendengar bunyi deburan ombaknya.

Ciiitttttt! Rem ditarik. Kami segera keluar dari mobil. Kami menyegerakan Sholat dzuhur dulu, kemudian makan siang. Teman-teman sudah memesan ikan bakar dengan sambal terasi super pedas lengkap dengan lalapan. Yummy! Menu yang sesuai dengan suasana memang menambah selera makan. Di pinggir pantai makannya ikan bakar, ya nambah lah! Rasa ikannya lembut, tidak begitu tasty namun tetap nikmat dipadukan dengan cocolan sambal dan segarnya sayur mayur yang dihidangkan. Buat menambah kesegaran, apalagi kalau bukan es teh! Sayangnya saya tidak terlalu suka minum es teh setelah makan. Jadilah saya menetralkan dulu dengan minuman hangat atau air putih saja. Lumayan loh, 4 nasi putih, 4 minum dan 2 ikan bakar dibandrol Rp120 ribu-an. Setelah kenyang, kami bersiap mengambil semua perlatan “perang” aias lotion (karena nggak punya sunblock).

Terik matahari menyengat dahsyat. Gimana nggak, pukul 12 siang dengan panas mentereng kami berdiri di pinggir pantai. Hufet, Siapa sih yang milih berangkat jam segini! Untungnya saya cuek saja, sepanas apapun kalau lihat air ya jadinya sejuk kayak iklan "Adem Sari". Air lautnya yang dingin, tenang dan bening buanget bikin pengen nyemplung. Segaaarrrr!


Ila Marisca, teman saya ber-selfie di Pantai Goa Cina

Sayangnya, Pantai Goa Cina bukanlah pantai yang cocok buat berenang. Bukan pasir putih halus yang memisahkan antara daratan dan lautan, tapi batu-batuan yang cukup licin karena berselimut lumut. Hati-hati, saya sering kepeleset loh karena kebanyakan bertingkah! Jadilah kami hanya mencelup-celupkan kaki di air, berlari-larian dan tidur berjemur di pinggir pantai seperti bule! Sesekali kaki kami disapu oleh ombak yang bergulung dari laut lepas ke arah pantai. Semilir angin yang begitu sejuk mengalahkan matahari yang mulai berhasil “menggosongkan” kulit saya. Saya terus memandangi hamparan air asin yang bergoyang-goyang di depan saya sambil mengerutkan mata karena silau. Jangan khawatir, walaupun mata saya tidak selebar mata pribumi pada umumnya, saya tetap bisa melihat indahnya Pantai Goa Cina dengan jelas.

Disebut Goa Cina karena menurut kabar yang beredar, dulu ada sebuah Goa di dekat pantai ini yang sering digunakan seorang Chinese bertapa. Ironisnya, sang pertapa meninggal dan hal tersebut diketahui setelah ada seseorang yang masuk dan menemukan tulang-belulang serta tulisan mandarin di dalam Goa. Hingga saat ini, Goa tersebut sering digunakan untuk mencari “nomor keberuntungan” alias nomor togel. Hayoo! siapa diantara readers yang langsung kepikiran buat cari nomor kesana?

Belum puas bermain air di bibir pantai Goa Cina, kami berpindah lokasi ke Pantai Sendang Biru. Sekitar pukul setengah 4 sore kami sampai di pinggir pantai. Salah satu teman saya langsunng pergi ke seorang Bapak sailor untuk bertanya-tanya. Kami lalu diarahkan untuk pergi ke tempat perizinan yang tidak jauh dari tempat Bapak sailor duduk.

Saat ini, kabarnya Pulai Sempu memang tidak bisa sembarangan dikunjungi karena telah menjadi area konservasi. Untuk menyebrang kesana, kami harus ijin terlebih dahulu dengan ditanya-tanya keperluan dan sebagainya, walaupun tidak stay over a night. Setelah mengurus ijin, Bapak sailor langsung men-strater kapalnya. Biaya naik kapal dan sailor adalah Rp120 ribu PP. Kami pun naik ke atas kapal dan berkeliling menyusuri perairan di Sendang Biru. Airnya biru sekali menandakan kedalaman. Kami yang lebay ini sering berteriak saat kapal yang ditumpangi tersapu ombak. Tahu kan rasanya seperti nabrak bebatuan atau terkena geronjalan di daratan. “Jedak jedak” begitu bunyinya.


Pulau Sempu, Malang

Sekitar 20 menit perjalanan menggunakan kapal, kami sampai di pinggir pantai Pulau Sempu. Bapak sailor menyarankan kita untuk berenang, karena hanya di tempat ini kita bisa berenang. Oke, saya yang tidak hobi berenang di air asin jadi pengen nyemplung juga. Sedikit demi sedikit mulai mengubah gaya dari berjalan diatas pasir pantai menjadi mengapung diatas perairannya. Loh kok? Eh, air di pulau ini nggak asin-asin banget. Pasirnya juga nggak terlalu mengganggu penghilatan karena jarang “gangguin” mata saya. Saya jadi betah renang sampai ke tengah-tengah tanpa alat pengaman apapun. Jangan takut, di pinggir pantai tidak ada ikan hiu bak di Film Attack of the Jurassic Shark, jadi aman buat berenang. Sambil saya berenang, salah seorang teman saya sibuk berfoto-foto dengan tulisan di kertas yang bertuliskan nama temannya lalu diikuti kalimat “Kapan liburan ke Malang?”, katanya sih titipan teman-teman. Ah, anak jaman sekarang!

Sekalian promosi, yang mau berteman boleh follow instagram @ilamarisca loh!

Setelah lama berenang dan berfoto-foto, kami kembali ke tempat awal. Kalau kamu lupa membawa shampoo, sebelum memasuki pintu-pintu kamar mandi yang berjajar, disediakan shampoo sachet yang dijual dengan harga seribu rupiah untuk membersihkan rambut sekaligus tubuh. Traveler kan begitu, sekalian. *alasan belaka*

Kamar mandinya tidak bagus, tapi cukup bersih dengan air segar yang terus mengalir deras seperti sumber mata air. Jadilah saya betah lama-lama di kamar mandi. Dinginnya bikin melek.
Setelah berubah menjadi bersih kembali, jangan lupa membayar Rp3 ribu untuk biaya bersih-bersih kamar mandi dan air yang kita pakai. Lumayan untuk menambah penghidupan masyarakat setempat. Terakhir, selalu biasakan buang sampah pada tempatnya ya.

Setelah semua selesai, saatnya kita.... bobooookkkkk!

Komentar

  1. Aku kira Goa Cina ini nama Gua buahahahhaha, nggak tahunya pantai. Kemarin sempat main ke Malang Selatan, tapi belum sekalipun mengunjungi pantainya.

    BalasHapus
  2. Wihhh harus ada agenda kesini lagi brarti kapan2 mas. Ditunggu bangett

    BalasHapus

Posting Komentar