A DAY WITH SAVE STREET CHILD MALANG

Kagum.
Satu kata yang bisa dibilang cukup menggambarkan suasana hatiku untuk dua event yang beberapa hari kemarin aku datangi.

Ada satu event sosial yang diselenggarakan oleh komunitas Save Street Child Malang pada tanggal 25 Maret 2017 kemarin. Komunitas ini sendiri berdiri atas dasar kepedulian terhadap anak-anak jalanan yang biasa dipanggil Adik bangsa. Mreka diajak untuk belajar bersama dengan kakak-kakak pengurus komunitas.
MC sama Syaroni di Love and Share SSCM


Di ulang tahun yang kelima, SSCM (begitu save street child malang biasa disebut) menggelar sebuah pagelaran seni Love and Share dengan tema Yuana Nusantara guna menampilkan bakat terpendam yang dimiliki oleh Adik-adik bangsa. Selama kurang lebih dua hingga tiga bulan terakhir, mereka berlatih bersama dengan kakak-kakak untuk unjuk bakat dihadapan seluruh tamu undangan. Mulai dari para orang tua, donatur, komunitas ssc se jawa timur dan beberapa organisasi yang ada di kota Malang, serta teman-teman mahasiswa yang datang sebagai tamu undangan.

Beragam penampilan seperti tarian, drama musikal, akustik, paduan suara hingga fashion show dibalut dengan musik kombinasi modern dan tradisional membuat kita terbawa dalam suasana haru dan bangga sebagai warga Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika.

Tidak hanya pagelaran seni, SSCM juga memberikan apresiasi bagi beberapa orang yang telah memberikan kontribusi untuk membantu pembelajaran adik bangsa. Bantuan yang diberikan berupa uang tunai, pembangunan dan penyediaan tempat pembelajaran.

Dua hari setelah kegiatan sosial itu berlangsung, saya hadir dalam acara bedah buku yang berjudul “Hidup sejahtera dalam bayang-bayang pengemis”.

Buku tersebut adalah sebuah konversi dari skripsi diterbitkan sebagai sebuah buku yang berkisah tentang pengemis.
Pembicara menjelaskan bahwa ternyata selama ini kita salah kaprah dalam menganggap pengemis.

Jika kita berpikir bahwa mereka adalah orang miskin, pemalas dan lain sebagainya yang berporos negatif, namun hasil riset tidak menunjukkan demikian. Karena mereka justru lebih mengkonsep hidupnya ketimbang kita. Setiap hari harus bangun pagi, menyiapkan makan untuk anak-anaknya, kemudian pergi untuk mengemis dan tidak akan pulang sebelum targetnya terpenuhi.

Para pengemis tersebut berpikir untuk tetap hidup sejahtera. Mampu memenuhi kebutuhan hidup, memikirkan agar anak cucunya bisa makan dan hidup layak.

Sekali lagi mereka memiliki konsep dalam hidupnya.

Dua kegiatan tersebut, baik pagelaran seni sscm dan bedah buku seperti mencabik hati saya. Dua hari tersebut saya disadarkan tentang adanya kasus yang mungkin selama ini kita acuh bahkan menganggap mereka bukan bagian dari kita.

Kadang kita menganggap bahwa pengemis dan anak jalanan adalah sampah masyarakat, orang-orang yang tidak punya masa depan dan tujuan hidup. Sama seperti pemerintah yang juga menganggap demikian. Mereka hanya berdalih bahwa telah memberikan pembinaan ketrampilan pada pengemis namun setelah itu lepas tangan.

Ada seorang peserta yang kemudian menganalogikan bahwa pemerintah dan dinas sosial hanya membuka keran air, tapi tidak meletakkan ember dibawahnya.

Sayapun merasa, banyaknya komunitas pemerhati sosial seperti SSCM ini semakin menunjukkan bahwa kinerja Dinas Sosial tidak begitu maksimal. Karna pada dasarnya beragam komunitas terbentuk dari suatu masalah yang hadir di daerah tersebut.

Teorinya Anak Jalanan dan pengemis akan dilindungi oleh negara menurut UUD. Namun dalam praktiknya? Apakah sudah benar terjadi demikian?

Orang bilang tanah kita tanah surga, nyatanya tidak semua orang yang menginjak tanah kita dapat merasakan surganya. Keterbatasan membuat mereka menjadi dibedakan. Stratifikasi yang begitu kejam membuat mereka seolah tak memiliki hak untuk hidup layak seperti yang kita rasakan.

Miris ketika melihat keadaan demikian. Orang kaya mampu bersenang-senang dan memiliki apapun yang diinginkan, sementara anak jalanan hanya menunggu uluran tangan mereka.

Melihat hal tersebut saya mulai merasa, bahwa setiap orang layak mendapatkan apa yang kita dapatkan. Pendidikan, pakaian, hidup yang adil dan makmur. Namun semua seolah seperti tidak mungkin terjadi, saat pemerintah hanya sibuk mencari solusi tanpa mengkaji lebih dalam tentang apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh Adik Bangsa dan para pengemis.

Oleh karena itu, dalam kegiatan bedah bukupun pemateri berharap nantinya teman-teman dapat melanjutkan atau menjadikan buku tersebut sbg referensi untuk membahas, meneliti dan terus menulis keunikan dari sudut pandang lain yang mengkaji tentang pengemis maupun anak jalanan hingga pemerintah benar-benar turut andil dalam mensejahterakan bangsanya.

Sebagai anak muda, ada baiknya kegiatan demonstrasi yang kita lakukan lebih elegan. Dengan melaksanakan beberapa event sosial, menulis dan beberapa kegiatan yang jauh dari aksi turun jalan.

Selebihnya, kita hanya bisa berharap agar hak-hak yang harusnya didapatkan adik bangsa kita dapat tercapai dan cita-cita hidup yang lebih baik dapat benar-benar terealisasikan.

Komentar